Sunday, January 4, 2009

simpati mendalam buat sang inspirasi di Georgia

hari ini saya membaca blog entry Erik Renz hari jumat 5 desember 2008, salah seorang mahasiswa Georgia Institute of Technology yang damn right, he can dance, sing, write lyrics dan hebatnya lagi dia anak chemical engineering (walau sebenarnya ini gag penting). Dia inspirasi saya, gimana gag? saya bisa dance step up 2 karena melihat video tutorialnya dengan video asli Step up 2.

blog entry yang saya baca adalah kesedihan yang sangat mendalam buat dirinya setelah ditinggalkan paman tercinta ang telah bertarung dengan kanker selama 4 tahun. kalo mau baca supaya lebih ngena di hati, ini linknya, judulnya you never know

... just how special someone is until they are gone. Sometimes you don't even know how special they are after they're gone. itu adalah kata pembukanya dari dia. saat pertama saya membaca, saya kira ini masalah percintaan terhadap kekasih, ternyata lebih dari itu. saya bisa lihat cara menulisnya yang bener-bener dari hati karena dia menceritakan segala sesuatunya dengan sangat detail, mulai dari kematian sang paman tercinta hingga penguburannya. dia pun menuliskan kenangan akan pamannya saat Natal dan sepupunya yang menyenangkan semasa beliau hidup.

pamannya jugalah yang mengajarkan banyak pelajaran dalam hidup seperti how to be strong, never give up and no matter the size of the obstacle; nothing should stop someone from living life, faith than he may ever really know or understand. dan terlebih lagi, ikatan yang dia miliki tidak hanya sekedar uncle with his nephew, tetapi juga Godfather dengan Godson (dalam iman Kristen, Godfather, Godmother, dan Godson adalah wali baptis dengan anak baptisnya) yang tentunya dalam hal agama sangat bertanggung jawab terhadap perkembangan iman sang anak baptis.

Anyone who reads this: don't take advantage of things. You may not have them around forever and you might not get the chance to know something (someone) or fully understand something (someone) as much as you truly want to. itu adalah pesan terakhir dalam blog entry Erik Renz terhadap para pembacanya. dan dia begitu terima kasih terhadap pamannya atas pelajaran hidup yang selalu beliau ajarkan face to face semasa beliau hidup bahkan saat ia sedang menghadapi kanker.

saya, jujur, sangat emosional saat menulis ini, saya membayangkan jika ibu saya yang ada di posisi paman Erik Renz dan posisi saya menggantikan Erik Renz (ibu saya adalah orang yang paling dekat dengan saya seumur hidup saya melebihi ayah saya). jika ibu saya di rumah sakit, tergeletak tak berdaya dengan infus di tangannya dan selang pernafasan di hidungnya, masih sempat melihat saya dan sebelum ajal menjemput masih dapat berpesan tanpa keegoisan dalam hati, jalanilah hidup dengan sepenuh hati dan tetap percayalah pada dirimu sendiri, jadilah dirimu sendiri sebab hidup kita ini terlalu singkat untuk menjadi seperti orang lain. kemudian ia menutup mata, entah apa yang saya rasakan. begitu juga erik renz. dan yang paling menyedihkan adalah saat penguburan.

saat di mana kita melihat terakhir kalinya wajah orang yang sangat kita cintai. orang yang membimbing dan merawat kita sejak kecil di mana dapat kita lihat wajahnya setiap hari seumur hidup kita dan tiba-tiba, ini adalah waktu terakhir kita untuk melihat wajahnya, pastilah hal itu sangat luar biasa mencambuki hati berkali-kali. apalagi jika saat penguburan, kita melihat foto-foto kita semasa kita masih bisa hidup bersama orang yang kita cintai, dan mengenang saat suka dan duka kita bersama mereka dan sekarang semuanya itu ikut dikuburkan bersama dengan jenazah mereka.

dan yang paling menyedihkan dari itu semua adalah, saat tanah kembali dikuburkan dan sedikit demi sedikit kita tidak lagi melihat wajah itu. wajah yang dihiasi senyuman semasa kita hidup yang selalu berkata, jangan menyerah sebelum waktu menjemputmu, wajah khawatir dan gelisah saat kita dalam kesulitan dan masalah emosi yang mendalam, wajah kemarahan saat kita berbuat salah, dan wajah tertawa saat bahagia bersama-sama. sungguh malangnya orang-orang yang menyia-nyiakan karunia itu dan terlambat bersyukur (walau itu lebih baik).

membayangkannya saja sudah sangat sulit untuk diterima apalagi mengalaminya.

beberapa hari sebelum kematian paman Erik Renz, yakni tanggal 26 November 2008, kakekku yang sangat dekat denganku pun juga telah meninggalkanku untuk selamanya. dan bego, tolol, gobloknya aku saat itu adalah waktu meninggalnya yang begitu cepat sehingga keesokan harinya, ayah dan ibuku langsung naik pesawat ke Blitar dan aku tidak ikut mereka. padahal semasa kecil, saat ku masih balita, akulah yang main kuda-kudaan (bukan saatnya berpikir kotor di saat seperti ini) dengan beliau. padahal umur beliau yang juga sudah renta, rela melakukan hal itu. setiap hari ulang tahunku, beliau jugalah yang memberikan hadiah paling special melebihi hadiah kedua orang tuaku. dia jugalah yang sholat dan mendoakan keberhasilanku dalam pendidikanku, hidupku dan beliau selalu menyempatkan hal itu sesudah waktu sholatnya. bagaimana aku tahu? walau saat itu aku masih kecil, beliau selalu berdoa dengan mulut terbuka dan bukan di dalam hati. dan untuk ukuran anak kecil sepertiku saat itu, aku sudah cukup terharu betapa perhatiannya beliau terhadapku.

namun di masa tuanya, seolah-olah semuanya meninggalkan dia. cucu-cucunya jarang yang mengunjungi dia termasuk aku. bahkan aku pun, jujur, lupa akan saat-saat itu. dan satu yang dia harapkan saat beliau hidup bersamaku,

"ka, kamu kan udah gede, coba sekali-kali main ke tempat mbah (di pondok cabe ga begitu jauh dari pamulang) soalnya dari tempatmu ga begitu jauh,"

saat itu aku hanya menanggapinya dengan sebelah mata dan begonya aku, aku bahkan tidak pernah ke sana kalau tidak ada yang mengajak, yakni orang tuaku. dan aku baru teringat akan harapannya yang belum bisa dan tidak akan bisa saya penuhi lagi itu saat beliau meninggal.

dan aku sangat iri, jujur, sangat iri dengan Erik Renz yang semasa hidupnya sangat dekat dengan pamannya dan saat penguburannya masih bisa melihatnya. di entry ini saya mengumpamakan paman Erik Renz dengan ibu saya dan pengalaman saya dengan kakek saya dan semoga pembaca tidak bingung karena saat ini saya sangat emosional dan mungkin banyak kata-kata yang membingungkan.

akhirnya satu penyesalan saya dan harapan saya,
"seandainya waktu dapat diputar kembali dan aku bisa ke sana untuk memperbaiki segalanya, pastilah aku tidak akan pernah menghargai hidup. tapi waktu berjalan ke satu arah dan saya yakin sampai kapanpun, tidak akan ada manusia yang dapat melawan hukum itu.
Kek, maafkan saya, karena tidak bisa membalas budi baik kakek bahkan tidak bisa memenuhi harapan kecil kakek. Suara kakek akan selalu berada dalam hati saya, wajah kakek akan selalu saya kenang, dan nasehat kakek akan selalu saya jadikan pedoman. Semoga aku tidak lagi mengulanginya dan saya harap, kakek senantiasa bersama Dia untuk selama-lamanya"

and for erik renz if you read my blog entry,
"like your uncle and godfather said to you, just be strong and be a better person, never forget what he had said to you and follow his advice as good as you can. Never let his death in vain. and like i said, if there is time traveler machine, then no one will appreciate their life, so just do your best and make sure you will never feel sorry for that. The living are just the dead on vacation."

God Bless you all for all time. amen

No comments:

Search box